..SELAMAT DATANG DI BLOG MUKHLIS FADLI..MARI KITA SHARE PENGALAMAN..

Rabu, 10 Mei 2017

PEMBUBARAN ORMAS ISLAM; Benang Merah Al-Maidah 51 dan Pilkada 2019




PEMBUBARAN ORMAS ISLAM;
Benang Merah Al-Maidah 51 dan Pilkada 2019

 
Indonesia pada hakekatnya adalah negara yang sangat toleran dengan agama manapun selama masih dalam koridor keagamaan yang dianut oleh masing-masing masyarakatnya.  Negara menjamin kebebasan rakyatnya untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya tidak memandang golongan apapun.  Hal ini tercipta selama bertahu-tahun lamanya.  Namun pada waktu belakangan ini, kondisi tersebut terusik dengan beberapa kejadian yang mencoreng citra baik negara kita ini dengan beberapa kejadian seperti penistaan agama dari tokoh tertentu demi kepentingan politik sesaat, kriminalisasi ulama dan tuduhan-tuduhan miring seputar kegiatan-kegiatan keagamaan yang dianggap radikal.  Salah satunya adalah pembubaran sebuah ormas yang bernuansa Islam yang mengambil bidang dakwah keagamaan.
Segelintir orang mungkin akan berpendapat dan berkilah bahwa pembubaran ormas yang bernuansa Islam ini karena ormas ini tidak memberikan sumbangsih untuk negara Indonesia atau dihawatirkan akan mengancam kebhinekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  Namun hemat kami bahwa secara tidak langsung pembubaran ormas ini akan memiliki tujuan implisit yaitu dampak pada pilkada yang akan datang tahun 2019.  Mengapa demikian? Karena pada dasarnya, setiap ormas yang bernuansa Islam kemungkinan besar memiliki aktifitas rutin yaitu pengajian atau pembahasan seputar agama Islam secara internal yang dilaksanakan secara berkala.  Kegiatan rutin tentunya akan membahas dalil-dalil dasar seputar ibadah, sosial, ekonomi, kehidupan bernegara, hubungan dengan Sang Pencipta dan amalan-amalan harian lainnya.  Dan pada umumnya, surat Al Maidah ayat 51 pasti akan menjadi menu pembicaraan hangat pada pengajian-pengajian dan halaqoh-halaqoh di seputar pilkada.
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat ini mengandung ketegasan untuk tidak memilih pemimpin yang non muslim. hukumnya tegas yaitu haram.  Majelis Ulama Indonesia (MUI) selaku pemegang bendera fatwa keagamaan di Indonesia juga menegaskan tentang penjelasan hukum pada ayat tersebut.  Namun sebagian kecil berpendapat bahwa ayat tersebut multi tafsir, tidak berlaku dalam hal kepemimpinan politik atau dengan kata lain agama dan politik harus dipisahkan.  Bahkan mirisnya, ada yang lebih parah lagi ada yang berpendapat dengan hawa nafsunya bahwa ayat tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini atau dengan kata lain ayat tersebut sudah kadaluwarsa, na’udzu billah.

 
Ayat tersebut mereka anggap akan menjadi sandungan politis bagi calon-calon kepala dan wakil kepala daerah atau kepala dan wakil kepala negara yang notabene Non Muslim.  Dengan berbagai cara tentunya stigma negatif akan terus disematkan pada ayat tersebut. Propaganda negatif baik secara langsung atau tidak langsung akan selalu dihembuskan.  Padahal sesungguhnya, ayat tersebut adalah firman Alloh.SWT yang tidak ada keraguan di dalamnya yang selaku hamba-Nya kita harus memegang teguh menjalan syariat agama yang digariskan oleh-Nya.  Anjuran memilih pemimpin dari kalangan muslim adalah mutlak untuk wilayah yang mayoritas beragama Islam.  Hal ini tentu berbeda jika kondisi umat Islam adalah minoritas pada negara tertentu atau mungkin sudah memiliki pemimpin yang Non Muslim.


Akhirnya, dengan berlindung dan menyerahkan segala urusan kepada Alloh.SWT, mudah-mudahan kita dapat mengamalkan semua yang telah diwajibkan dan menjauhi apa yang dilarang oleh Alloh. SWT demi kebahagiaan kita di dunia maupun di akhirat sesuai dengan pedoman hidup kita yaitu Kitab Suci Al-Quran.  Dan mudah-mudahan kesucian ayat Al-quran senantiasa terjaga dan tertanam di dalam sanubari para pemimpin kita dan segenap pemeluk agama Islam di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia guna tercipta negara yang baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghofur sesuai harapan kita semua. Wallohu a’lam. (Mukhlis_Fadli)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar